.
Peluncuran Buku Antologi Cerpen
Serenade untuk Sebuah Kisah
Kamis, 2 Desember 2021 09:00 - selesai
Zoom meeting
Kemendikbudristek | Miya'Z Script Agency |
*
Lindungi Budaya - link
Instagram @lindungibudaya
Facebook @LindungiBudaya
Twitter @LindungiBudaya
Youtube Perlindungan Kebudayaan
*
Serenade untuk Sebuah Kisah
Selaksa Cinta Menyatu dengan Sewindu Waktu
Penulis:
Rintas, Wulan Mulya Pratiwi, Nurma Smartawijaya, Ilayatifa, Olivia Erlinda Agatha Manalu, Titis Widias, Nazra Devi, Sindy Abdullah, Dian Nofitasari, Savitry Khairunnisa, Eva Riyanty Lubis, Kallea Dinata, Muhammad Hakim, Yus R. Ismail, Ghaida Maharani Fitri, Evita Cristiana, Nadia Ha’iliyah,
Diniar Nur Fadilah, Ratna Ning, Hera Budiman, Rati Kumari, Niken Sari, Panji Pratama, Arya Bumi, Asfi Diyah, Fiane N. Setiady, Novia Sabda, Abby Onety, Malica Ahmad, Yeti Nurmayati, Sri Suparti, Mulasih Tary, Dini W. Tamam
Puisi oleh:
DeYe, Suhandayana, Miya’z
PENERBIT:
Direktorat Pelindungan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Penyunting: Mia Siti Aminah, Ratna Kurnia
Desain Sampul: Susiyo Guntur, Eko Widianto
Penata Letak: Sherly, Devi Indriasari
Cetakan pertama, 2021
xiv + 274 halaman, 15×21 cm
ISBN: 978-979-8250-85-9
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
*
YouTube video
Book Trailer Serenade untuk Sebuah Kisah, Kemdikbudristek 2021, Asfi Diyah, 1 Desember 2021. https://youtu.be/wUkq0adEWkI
Peluncuran Buku "Serenade untuk Sebuah Kisah", Perlindungan Kebudayaan, 2 Desember 2021. https://youtu.be/BQ3tJGj1xSI
*
download untuk kepentingan pendidikan
*
PENULIS
Cerpen
Mantra itu menenggelamkan rasaku pada renjana tak berkesudahan.
(Hera Budiman, “Renjana dalam Mantra Sunda”)
“Ilmu pengetahuan manusia hanyalah seujung debu dari kuasa Tuhan.”
(Kallea Dinata, “Tuhan dalam Semangkuk Kolak Ayam”)
“Santapan kami memang sederhana. Namun, kebersamaan kamilah yang
menjadikannya istimewa.” (Sri Suparti, “Merindu Paca Goya”)
“Kita bisa harmonis seperti biru langit dan awan putih.”
(Niken Sari, “Bait Kisah Haru Barempuk”)
Tidak selamanya diam adalah emas. Ada saat ketika diam malah menjadi
besi berkarat. (Fiane N. Setiady, “Manusia Nol”)
Merantaulah .... Engkau ‘kan mengerti alasan kau kembali.
(Titis Widias, “Harmoni Indah Kenduri Sko”)
“Sukma yang terbakar rasa akan tenang karena tirta kedamaian semesta.”
(Rati Kumari, “Percikan Tirta Kedamaian”)
Dia hadirkan rinai untuk mengecup semesta.
(Novia Sabda, “Selaksa Asa di Langit Semesta”)
“Tak ada yang lebih pantas bagi seorang pejuang yang gugur selain kembali
pulang, bukan?” (Arya Bumi, “Neraka Sepuluh Malam”)
“Ah, aku mau berdamai dengan diri agar mampu mencinta sepenuh hati.”
(Nazra Devi, “Topi Merah Panglima Laot”)
“Kamu boleh bermimpi setinggi langit, tapi jangan lupakan budaya sendiri.”
(Eva Riyanty Lubis, “Bagaimana Mungkin Aku Lupa”)
“Cinta tak pernah salah memilih, tapi kadang pada ruang yang tidak tepat.”
(Abby Onety, “Romansa sang Traveller di Maudu Lompoa”)
Dia adalah pilihan hati Zuraida. Tegakah aku merusak kebahagiaan mereka?
(Savitry Khairunnisa, “Peterakne Pelebur Dendam”)
Mungkin, ada secercah harapan yang dapat managokkan kayu lapuk
perekonomian Agam. (Wulan Mulya Pratiwi, “Menyilau Rindu”)
Kamu adikku, Mei. Kita hanya beda ibu, papi kita sama.
(Sindy Abdulloh, “Luka Silam, Lesong yang Terkenang”)
Cinta adalah kekuatan yang membangkitkan naluri untuk berjuang.
(Nurma Smartawijaya, “Tengepik Dua Empat”)
Rasa bersalah membuatnya mampu melihat sedikit lebih jernih.
(Dian Nofitasari, “Terbuai Malu”)
Kearifan dahulu akan terpatri di dalam kalbu orang-orang berilmu.
(Yus R. Ismail, “Rahasia Papa dan Pemetik Tarawangsa Berikat
Barangbang Semplak”)
Mulai malam itu, jiwa Nurahman seketika memikul rindu yang biut.
(Panji Pratama, “Sang Pemikul Rindu”)
“Bukankah belimbur-nya baru besok, kenapa airnya sudah turun di
matamu?” (Asfi Diyah, “Sulam Tumpar di Percikan Belimbur”)
“Kemurahan hati dan kerelaan untuk saling memaafkan, itulah inti
yaqowiyu.” (Evita Cristiana, “Secercah Cahaya Mentari di Yaqowiyu”)
“Aku telah memilih jalanku untuk menjadi yang terpilih.”
(Diniar N. Fadilah, “Menggapai Ombak Laut Selatan”)
Di mana kaki berpijak, di situ langit dijunjung.
(Rintas, “Sebaris Pesan Cinta dalam Goresan Inai”)
“Kenapa harus kucing?”
(Nadia Ha’iliyah, “Sepasang Pengantin yang Mengeong”)
“Sebaris kalimat pengawal hidup baru.”
(Ghaida Maharani Fitri, “Kupinang dengan Pantun”)
“Sosokmu kusebut dalam doa,
Tuhan yang mengizinkan dan takdir mempersatukan.”
(Olivia Erlinda Agatha Manalu, “Upacara Doa yang Terkabul”)
“Memendam perasaan bisa jadi berbahaya karena terlalu lama disimpan bisa
menimbulkan luka.” (Ilayatifa, “Tarian Cinta di Pantai Merah Muda”)
Mati tidak disebut meninggal, tetapi dianggap orang sakit.
(Malica Ahmad, “Penghormatan Terakhir”)
“Di tengah keramaian seperti perayaan ndambu ini pun, hatinya tetap
merasa pilu.” (Dini W. Tamam, “Melepas Rindu di Tanah Papua”)
“Aku berdiri dan pergi meninggalkan lelaki pecundang itu.”
(Yeti Nurmayati, “Pesan Terakhir”)
Mimpi aneh itu mungkin cara Tuhan mengingatkan agar tak melupakan
asal-usul mereka. (Ratna Ning, “Selendang Kuning Nyi Pohaci”)
“Semoga kalian terus berbahagia.”
(Muhammad Hakim, “Sepucuk Kata di Ujung Jembatan”)
Mama Tua basah. Tahulah aku dari mana asal baunya.
(Mulasih Tary, “Pesan Angin yang Berembus saat Petang”)
Puisi
DeYe, Harmoni Budaya, h. 1.
Miya'Z, Tuhan Ciptakan, h. 81.
DeYe, Pesona Tradisi, h. 155.
Miya'Z, Sang Pemahat, h. 171.
Suhandayana, Selebes Nama Lamaku, h. 215.
Suhandayana, Imaji Penghulu Pulau Sagu, h. 237.
Miya'Z, Aku Warisan, h. 247.
**
Repositori Kemdikbud.go.id
http://repositori.kemdikbud.go.id/24145/
Ebook_Serenade untuk Sebuah Kisah.pdf
Copyright All Rights Reserved
dd 03 Dec 2021 04:32
*
image https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/?s=serenade+untuk+sebuah+kisah
*
*
edited 21L02
AKUNDAstudio | AKUNDA.net |
.