Teks katalog pameran seni lukis OF NO VALUE

Suhandayana (pemerhati ranah seni, 2008) 

AKUNDAstudio 




matra Community 






OF NO VALUE
Salam Budaya,
Pameran lukisan digelar sebagai tindak-lanjut keberadaan karya setelah dicipta oleh kreator. Wilayah ego dan kebebasan kreator telah diwakili karya (seni) sebagai bahan acuan apresiasi yang ditawarkan kepada khalayak (apresiator).
Karya seni sebagai salah satu sarana pergulatan dan aktualisasi nilai-nilai tertentu melalui pencapaian pekerjaan dan pengalaman berkarya (histori). Karya seni dapat juga mengingatkan kembali nilai-nilai hidup (spirit) yang sempat dikenali manusia. Nilai yang telah dianalisis, dirumuskan menjadi semangat hidup, diperjuangkan dengan segenap sikap batin (kepercayaan, kepatuhan), dan didaya-gunakan dalam kehidupan nyata.
OF NO VALUE”, sebagai tema dan judul pameran dapat dimaksudkan sebagai sindiran (satire) atas penetapan (nisbat) palsu ‘art for art’, suara gerakan seni hanya untuk seni yang tidak mempedulikan pengejawentahan nilai, pengaruh akibat, ataupun kondisi psikologis seniman dan masyarakatnya.

Peserta pameran boleh sepakat, bahwa tiada seni dapat berdiri sendiri. Justru kesadaran akan nilai tertentu yang diyakini masing-masing pelukis selaku kreator adalah sebuah kesengajaan dalam melangkahkan niat dan tindakan berkarya. Sehingga kelak akan memetik buah upaya, yakni manusia bernilai (baca: memiliki harga, martabat) sebagai syarat keberdayaan menempuh jalan ke arah ketakterbatasan nilai (unlimited value), sebagai sikap keberpihakan untuk kembali menuju ke hadirat Sang Pemilik (Nilai) Keluhuran dan Kemulyaan.
Nilai yang fitrati (azali, alamiah) mampu mendorong langkah dinamis antar manusia yang membutuhkan tukar pengalaman melalui aneka bahasa, termasuk bahasa visual. Dengan anugerah akal dan kehendak, maka pantas kiranya jika kita tidak pernah jumud mengolah nilai menjadi fakta-manfaat.
Kesengajaan (niat, kehendak) memilih dan meletakkan nilai yang dipertaruhkan sebagai ideologi adalah langkah mutlak agar kesadaran kreasi terus menyentuh rasa tanggung-jawab manusia dalam berkarya nyata. Perilaku kreator dan buah karya sesederhana apapun sosoknya selalu menuntut adanya pertanggung-jawaban. Hal ini memposisikan sikap seniman (dari keutuhan antara konsepsi dan karya) sebagai subyek self-control dan social control.
Karya sebagai bukti adanya kesadaran atas nilai, tanggapan produktif atas esensi dan sistim nilai, dan representasi perenungan menyikapi dunia sosial beserta segala fenomena yang berkecamuk. Seniman, pekerja seni yang kreativitasnya didorong oleh motivasi ‘mengkritisi’ kebakuan sistim nilai (yang telah mengejawantah dalam proses dan periode kebudayaan tertentu) pasti memperagakan atau menyisipkan pesan-dialogis yang khusus dan unik. Sedangkan konsepsi yang sudah mewujud dalam bentuk karya apapun membuat (mengajak) khalayak pemerhati dapat dengan leluasa menimbang nilai yang menjadi asas (principle) dan menyublim sebagai intisari daya-tawar pelukis / kreator / seniman terhadap peminat karya seni.
Prioritas, batasan, dan sistim kerja dalam menggarap sebuah karya dapat membantu tindakan menghidupkan dan merawat nilai-nilai yang memungkinkan untuk mengenali kembali dan meraih ‘esensi dan hakekat nilai hidup dan kehidupan’ secara konsepsional (pemahaman, pengertian) maupun faktual (pembuktian dalam kehidupan madaniah).
Seni rupa, di antaranya karya lukis, secara umum memberikan peluang kepada apresiator untuk menanggapi sosok karya melalui sarana visual bermatra-dua. Gambaran verbal maupun non verbal dari keseluruhan tampilan karya menjadi sasaran awal menyimak karya. Berangsur-angsur bagian entitas karya, termasuk teknik dan pilihan media, menjembatani pencermatan, penggalian, dan merujuk-relasikan point-point temuan apapun dari upaya membaca tanda, simbol fakta, dan makna.
Ruang penafsiran pun dapat dimulai dari titik sentral makna yang tersembunyi (atau disembunyikan) dalam kadar intrinsik di balik wujud kebendaan (visual). Kemudian apresiator menyusun simpulan yang terangkum sebagai buah upaya menerima kehadiran karya seni itu.
Apresiator yang aktif dan intens, sebagai lawan dialog si kreator, akhirnya menanggapi secara subyektif (dan atau obyektif) dalam bahasa verbal (menyampaikan pendapatnya secara lisan ataupun tulisan) dan atau bahasa non verbal (menunjukkan isyarat, mungkin sampai menciptakan karya bandingan), baik secara spontan atau lebih terencana.
Terlepas dari sikap menyetujui atau tidak setuju atas maksud dan pernyataan kreator yang tertuang dan tersirat dalam karya, reaksi balik (tanggapan) sepenuhnya menjadi hak apresiator.
Bahasa dan daya ungkap yang disajikan pelukis hampir selalu mengusung nilai atau tanda dari suatu ideologi sebagai substansi pesan yang hendak didialogkan dan diperjuangkan pelukisnya.
Meminjam istilah organisme, lukisan dan pelbagai karya seni lainnya seakan menyerupai suatu bangunan, ia terdiri dari pondasi (sendi), tiang, atap, dan isi. Sedangkan nilai, pesan lain, dan jejak konsepsi yang diusung di dalamnya adalah buah pakerti (perilaku) hidup dan kehidupan yang telah dimaklumi oleh pelukis selaku kreator.
Sebuah nilai memiliki kesatuan-dinamika yakni asal, unsur, proses, faedah, dan tujuan. Kesatuan-dinamika ini berawal, berproses, dan berakhir sebagai terminal antara berwujud pokok gagasan. Nilai tertentu memiliki esensi antara lain adil, luhur, damai, nikmat, yang dibeber bagi letak dan siasat mengatur hidup dan kehidupan pribadi beserta segenap lingkungannya. Dalam kebebasan bahasa ungkap dapat diproduksi citra yang ditanggapi melalui ragam interpretasi.
Selamat berkarya. * Suhandayana



*





Katalog Pameran
Orasis | Magazine & News


*





Seni Rupa | Drawing | Painting | Sketsa | Desain grafis |

Pameran | News | Exhibitions | of No Value

Matra N Friends | Matra Realis | 











*

La PERSADA Nusantara

La PERSADA Nusantara
LaPERSADA Group - icon

Kompilasi Grafis

Kompilasi Grafis
Images: ISTIMEWA